Kalau Anda punya cobek, ulekan, atau alu dari kayu, jangan-jangan itu adalah produk dari Kampung Rejoso, Batu. Kampung itu memang sudah lama dikenal sebagai sentra UMKM, khususnya kerajinan kayu. Bahkan, usaha kerajinan kayu di Rejoso sudah ada sejak 1960-an. Kemudian diwariskan turun menurun hingga kini. Kerajinan dari Rejoso dijual sampai ke berbagai daerah di Indonesia. Seiring dengan perkembangan Kota Batu sebagai kota wisata, muncul peluang untuk mengangkat produk penduduk Rejoso tersebut. Kerajinan kayu tersebut bisa menjadi oleh-oleh bagi wisatawan yang datang ke Batu. Pemkot Batu kemudian menjadikan Rejoso sebagai Kampung Edukasi. Sekitar tahun 2018 rencana pembukaan kampung edukasi tersebut diajukan, dan dapat direalisasikan sekitar tahun 2019. Wisatawan yang datang tidak sekadar bisa belanja, tapi juga bisa melihat langsung proses pembuatan kerajinan dari awal hingga siap dipasarkan. "Saya juga punya dua stand, di Jatim Park I dan di Jalan Ir Soekarno, Beji," ujar Sugianto, salah seorang pengusaha UMKM di Rejoso. Di Rejoso, 75 persen warganya adalah pelaku usaha. Mereka menghasilkan aneka produk-produk unggulan, seperti alat perlengkapan rumah tangga, alat peraga pendidikan, serta beraneka olahan hasil pertanian. Makanya, kampung edukasi cukup tepat didirikan di sana. Kehadiran kampung edukasi di Rejoso mendapat perhatian dari wisatawan. Jaraknya sekitar tiga kilometer ke arah timur Batu Night Spectacular (BNS). Kira-kira hanya 5 menit naik mobil. Pengunjung tidak dikenakan tiket masuk ke kampung itu. Di sana, pengunjung bisa masuk ke kawasan home industri kerajinan kayu, kerajinan tas, kerajinan cobek, atau industri makanan dan minuman. Mereka juga dapat melihat langsung proses pengolahan bahan mentah menjadi bahan siap jual, hingga bagaimana cara pemasarannya. Menurut Sugianto, banyak peningkatan yang dirasakan perajin sejak Rejoso menjadi kampung edukasi. Keberhasilannya membuka 2 stan di Jatim Park 1 dan Beji juga karena adanya kampung edukasi tersebut. Hal ini tentunya juga berdampak pada peningkatan pendapatan. Sebelumnya, pendapatan Sugianto tidak menentu. Kini ia bisa mendapatkan keuntungan bersih lebih dari Rp 5 juta per bulan. “Selain bisa menambah penghasilan, ya bisa bantu kasih pekerjaan buat anak muda di sini yang putus sekolah. Mereka bantu-bantu bikin cobek dan antar pesanan,” ujar pria yang menekuni usaha kerajinan kayu sejak 2007 itu. Dampak baik juga turut dirasakan oleh Ibu Siti, salah satu perajin tas plastik,yang menurutnya penghasilan yang didapatnya jauh lebih banyak dibanding sebelum kampung Rejoso menjadi wisata edukasi. “Sebelum jadi wisata pendapatan saya tidak terlalu banyak, karena perajin tas di desa Junrejo sendiri kan sudah banyak, sedangkan peminatnya berkurang” unggah Wanita akhir 40 tahun-an tersebut. (Athmagita)Hasil kerajinan kayu Bpk. Sugianto Cobek kayu
0 Comments:
Posting Komentar