Musoh Siji Abot Konco Sewu Kurang (Musuh Satu Berat Teman Seribu Kurang). Asto Jiwo merupakan perguruan pencak silat tertua di Ujungpangkah. Para anggota yang mulai termakan usia dan munculnya perguruan baru tampak menjadi tantangan yang tidak mudah. Perguruan baru seolah konflik baru. Berbagai upaya dilakukan untuk mempertahankan nama Asto Jiwo.
Penggila dunia seni bela diri pencak silat tentunya tak asing dengan nama perguruan Asto Jiwo. Satuan seni pencak silat beraliran Pagar Nusa ini telah lama dikenal oleh masyarakat Ujungpangkah. Ujungpangkah sendiri merupakan sebuah desa yang terletak di deretan pantai utara Kota Gresik, Jawa Timur. Bertempat di wilayah Gresik kota santri, kecamatan satu ini cukup kental dengan pelestarian seni pencak silatnya.
Asto Jiwo diambil dari kata asta, yang bermakna tangan dan jiwa, yang berarti bagian rohani seorang manusia. Sehingga jika digabung memiliki makna tangan yang berjiwa. Ditulis menggunakan huruf vokal o daripada a karena pengucapan masyarakat Ujungpangkah yang sangat melekat dengan aksen bahasa Jawa.
Berdiri sejak tahun 1969, Asto Jiwo telah lama menjadi pertunjukan yang menghibur bagi masyarakat di sini. Seringnya, warga melibatkan pertunjukan ini ketika sedang memiliki hajat seperti perayaan pernikahan, khitan, atau sekedar syukuran. Namun, penampilan Asto Jiwo pun biasanya berlangsung di acara-acara besar yang diselenggarakan oleh seluruh masyarakat Ujungpangkah. Beberapa di antaranya adalah ketika perayaan malam kemerdekaan Indonesia, karnaval perayaan 17 Agustus, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, bahkan pesta rakyat yang diadakan oleh kepala desa tiap lima tahun sekali.
Yang membuat unik perguruan ini adalah adanya atraksi yang disebut "kontak macan". Atraksi tersebut oleh masyarakat Ujungpangkah dipercaya merupakan adegan dimana beberapa pemain pentas, melalui bacaan dan metode tertentu akan dimasuki oleh roh makhluk halus. Dalam peragaannya, para pemain menggunakan kostum yang beragam. Mulai dari macan biasa, macan putih, monyet, gendruwo, juga beberapa memakai baju merah bergaris putih dan menggunakan kuda lumping.
“Yang dirasakan setelah dikontak itu capek dan beberapa bagian tubuh rasanya sakit”, ucap Huda, pemain macan putih.Biasanya, pementasan pencak silat dilakukan di malam hari mulai pukul 21.00 WIB hingga tengah malam.
“Durasi pementasan paling lama sekitar lima jam. Itu dimulai dari penampilan perorangan atau perwakilan perguruan, dilanjutkan dengan penampilan ganda atau berpasangan. Kemudian ditutup dengan adegan kontak macan”, papar Hasib, pembawa acara kondang yang juga anggota dari Asto Jiwo.
Pria berusia 47 tahun tersebut telah bergabung sejak Asto Jiwo masih merintis nama. Menjadi MC di setiap pementasan perguruan kesayangannya, Hasib selalu sukses menyemarakkan suasana. Keterlibatannya di dalam Asto Jiwo tak sekedar mendalami seni bela diri. Anggota tua Asto Jiwo ini juga terampil dalam menabuh kendang.
Pada pameran aksinya, selalu dibalut dengan lantunan selawat yang diiringi alat musik kendang. Atraksi "kontak" sendiri merupakan bagian menegangkan yang paling ditunggu-tunggu dan biasanya menjadi adegan pamungkas dari acara tersebut.
Sebagai anggota, Hasib pernah mengundang perguruan Asto Jiwo untuk ikut memeriahkan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kampungnya. Para warga RT 2 RW 3 dan banyak pemuda dari dusun sebelah ikut berantusias dan berbondong-bondong menyaksikan acara tersebut. Bukan hanya menonton, warga turut melantunkan selawat yang membuat suasana menjadi ramai penuh suka cita.
Menurut Hasib, sebagai anggota, terdapat keuntungan sendiri dalam menyewa Asto Jiwo. Ia hanya perlu membayar senilai lima ratus ribu rupiah untuk soundsystem. Sedangkan atraksi sendiri tidak dikenai biaya, hanya memberikan uang kas ke pihak Asto Jiwo.
“Kalau bukan anggota, tarif untuk satu kali pertunjukan dan biaya soundsystem itu sekitar satu juta lima ratus”, kata Hasib.
Diketahui, seluruh uang hasil pertunjukan akan disimpan sebagai uang kas Asto Jiwo
Seperti halnya perguruan pencak silat yang ada, Asto Jiwo memiliki banyak kegiatan rutin. Salah satunya adalah latihan tiap Kamis malam Jumat. Biasanya, para anggota berkumpul di musala kecil yang berada di Kampung Sitarda, Dusun Pangkah Kulon. Agendanya berupa latihan sambil selawat.
Tak hanya menitikberatkan para anggota untuk menguasai ilmu bela diri, Asto Jiwo justru menekankan kepada kemampuan untuk memainkan alat musik pukul, yang disebut kendang. Dalam tujuannya untuk melestarikan budaya nenek luhur, mereka tak hanya ingin para pemuda pandai dalam bela diri saja, melainkan memiliki rasa cinta terhadap alat musik kuno tersebut.
Perguruan pencak silat tertua di Ujungpangkah ini didirikan oleh alm. Qodim, yang pada saat itu menjabat sebagai ketua Asto Jiwo. Anggotanya didominasi oleh mereka yang berusia 45 hingga 70 tahun. Dalam kepemimpinannya, Asto Jiwo banyak mengambil perhatian masyarakat Ujungpangkah yang tak hanya melalui kehebatan seni bela diri saja, melainkan karya berupa lagulagu religius yang dibawakan tiap pentas.
Sebagai pemimpin, Qodim mengajarkan kepada para anggota untuk mencintai dan melestarikan selawat. Kebanyakan dari selawatnya merupakan karya sendiri yang ditulis menggunakan lirik bahasa Jawa. Usahanya terbilang cukup berhasil karena pada saat itu masyarakat Ujungpangkah dari muda ke tua hafal lagu-lagunya.
Berakhirnya masa kepemimpinan Qodim, Asto Jiwo diambil alih oleh sang anak, yaitu Bukhori. Bergantinya pemimpin tak membuat surut semangat organisasi yang didominasi oleh para laki-laki berusia lanjut itu. Dalam naungannya, Bukhori mampu membawa banyak anggota muda. Mulai dari anak SMP hingga mereka yang sudah lulus SMA ikut dan tertarik menjadi anggota Asto Jiwo.
Salah satu perguruan pencak silat yang cukup menjadi rival Asto Jiwo adalah Nusa Pangkah. Meski dulunya didirikan oleh Asto Jiwo, tetapi siapa sangka kini Nusa Pangkah berubah menjadi lawan. Perguruan tempat para pemuda yang tertarik untuk mendalami seni silat ini diketahui memiliki anggota yang lebih banyak daripada Asto Jiwo.
Konflik pun mulai bermunculan sejalan dengan berdirinya perguruan ini. Banyak anggota muda yang dulunya sangat setia kepada Asto Jiwo mulai bergoyah. Tak sedikit dari mereka yang secara terang-terangan keluar dari perguruan lalu bergabung dengan Nusa Pangkah. Di luar dugaan, sang pemimpin dengan alasan yang tak pernah diketahui, pada akhirnya ikut berkhianat.
Tidak sebatas itu, Bukhori pun berulang kali mengajak anggota tua Asto Jiwo untuk bergabung dengan Nusa Pangkah. Hasib merupakan salah satunya. “Dia sudah sering mengajak saya untuk berhenti, dan ikut menjadi anggota Nusa Pangkah. Namun, dengan prinsip dan juga pesan dari beberapa sesepuh, saya menolaknya”, ujar Hasib.
Kepopuleran Asto Jiwo mulai menurun dikarenakan performa para anggotanya yang sudah termakan usia. Saat itu, Nusa Pangkah menjadi perguruan dengan jumlah peminat yang jauh lebih banyak. Tak sampai di situ, memiliki anggota muda dengan semangat yang luar biasa, Nusa Pangkah kini lebih menarik penonton.
Sejak saat itu, para anggota tua di Asto Jiwo pun memutuskan untuk memberi kesempatan kepada anggota mudanya dalam mengembangkan dan mengangkat kembali perguruan tercinta mereka. Hasib merupakan satu dari mereka yang mendukung keputusan tersebut. Ia tak pernah lepas dalam mendorong tekad untuk menghidupkan kembali Asto jiwo.
“Motivasi kami adalah menjalin ukhuwah dan juga menghijaukan terus seni budaya bangsa apalagi kami orang Jawa, terutama dengan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)”, tutur Hasib.
Dengan semangat para anggota muda yang tersisa, Asto Jiwo seolah lahir kembali. Berakhirnya Pandemi Covid-19 nampaknya menjadi momentum bangkitnya kembali Asto Jiwo di mata masyarakat. Banyaknya kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat, menjadi peluang besar bagi pecinta Asto Jiwo. Pasalnya, di tangan para pemuda, perguruan satu ini berhasil merebut perhatian dan ketertarikan masyarakat kembali. Tak hanya bertambahnya anggota, banyak atraksi dan lagu sholawat baru pun mulai dikembangkan.
0 Comments:
Posting Komentar