Generasi sekarang mungkin sudah jarang yang mengenal ruwatan. Itu adalah ritual Jawa untuk menolak bala atau sial. Di Malang, ada seorang dalang yang juga dikenal sebagai dalang ruwatan. Namanya Joko Setiono atau biasa dikenal sebagai Ki Jecko Sentiong. Julukan itu ia dapatkan lantaran kata teman-temannya, wajahnya mirip bintang film Jacky Chan.
Ia dulunya seorang MC Jawa yang biasa diundang untuk memandu acara pernikahan. Sejak 1998 pria kelahiran 26 September 1959 itu menjadi MC. Buat hobi, bukan menjadi pekerjaan utamanya. "Sehari-hari saya dosen Teknik Sipil dan mengajar mata kuliah () di Politeknik Negeri Malang," ujar Joko Setiono. Baru pada 2014, Ki Jecko menjadi dalang ruwat. Kemampuan sebenarnya sudah ia pelajari sejak kecil secara otodidak. Lalu ia perdalam dengan berkonsultasi dengan para ahli seni budaya pewayangan.
Menurut Ki Jecko, ruwatan sendiri pergelaran seni wayang kulit yang menceritakan kehidupan Batarakala yang mengganggu manusia. Menurut cerita pewayangan pada jaman dahulu, ketika Batarakala yang ingin mengganggu kehidupan manusia dan diketahui oleh seorang Ki Ganda Buana akhirnya beliau memisahkan antara yang baik dan yang batil maka hilanglah sukerto atau keraguan pada diri manusia akibat gangguan dari Batarakala, iblis, dan para pasukannya.
Kegiatan ruwatan, kata Ki Jecko, terinspirasi oleh cerita kuno yang dikembangkan menjadi pergelaran. Sekaligus sebagai hiburan, tontonan, dan tatanan. "Kegiatan ini biasa dilakukan pada bulan Muharam atau bulan Suro. Dilakukan pada pagi hari atau siang hari," kata bapak empat anak itu.
Mungkin secara umum ruwatan dan ruqyah memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengusir serba kesialan atau tolak bala yang terutama berkaitan dengan gangguan dari makhluk gaib, sihir, atau lainnya. Namun, dua kegiatan tersebut memiliki perbedaan, seperti jika ruqyah tidak perlu membawa sajen atau sesajen, jika ruqyah memerlukan ustad dan beberapa orang pendamping, maka ruwatan juga memerlukan pemimpin atau biasa disebut dengan dalang ruwat dan juga memerlukan banyak orang pendamping tak hanya itu, pasti memerlukan juga sinden yang diiringi oleh gamelan. Di era modern sekarang ini banyak orang yang tidak mengetahui apa itu ruwatan, “Ditengah gempurannya budaya barat maka dari itu saya tetap melakukan kegiatan tersebut karena saya sendiri memiliki motto untuk melestarikan tradisi Jawa, dan kegiatan tersebut digunakan sebagai sarana media pembangun karakter generasi bangsa,” kata Dosen pengampu mata kuliah kesehatan dan keselamatan kerja.
Sebelum melakukan prosesi ruwatan, ada beberapa persyaratan yang harus lebih dulu dipenuhi, yaitu; Nasi kuning yang memiliki makna mendapatkan rezeki yang berlebihan, Tumpeng yang memiliki makna sebagai bentuk mensyukuri sebuah kenikmatan yang sudah diberikan, nasi golong yang bermakna mendapatkan rezeki yang bergantian, nasi kebuli yang bermakna apabila memiliki keinginan atau hajat agar dapat segera dikabulkan, jenang abang yang terbuat dari ketan dan dikasih gula dan kelapa, bubur sengkolo bermakna untuk membuang atau menjauhkan dari segala kesialan, jajanan pasar yang bermakna untuk mendapatkan rezeki yang banyak dan jauh dari segala permasalahan dan yang terakhir adalah rujak legi sebagai lambang penafsiran.
Setelah menyiapkan persyaratan tersebut maka selanjutnya adalah prosesi pertama yaitu, siraman yang mengandung nilai pembersih badan manusia yang menggunakan air kembang setaman; kembang kenanga, kembang melati, dan kembang mawar, kedua sesaji dan selamatan agar orang yang diruwat selalu dalam keadaan selamat, ketiga penyerahan sarana, yaitu memberikan perlindungan terhadap orang yang tergolong sukerta atau orang - orang yang sial atau perlu diruwat. keempat yaitu upacara memotong rambut yang bermakna bahwa segala kotor harus dipotong atau dibuang dan yang terakhir adalah tirakatan atau ungkapan rasa syukur dan berterima kasih terhadap Tuhan Yang Maha Esa atas perlindungannya. Sesajen yang digunakan dalam kegiatan ruwatan tidak hanya berupa makanan, melainkan ada juga benda - benda lainnya, seperti bunga, padi, kain dan masih banyak lagi. Persembahan sesajen merupakan sarana komunikasi atau interaksi dengan makhluk tak kasat mata. Selain untuk sarana komunikasi tak lupa juga menyajikan sesajen khusus untuk memuja Batara Kala.
Kegiatan ruawatan ini memiliki pro dan kontra dalam masyarakat, dalam ajaran agama islam tidak mengenal tradisi ruwatan untuk menolak bala, yang diperbolehkan dalam ajaran agama islam adalah tasyakuran yang biasa dilakukan dalam adat masyarakat ketika mendapatkan rezeki dengan menggelar tasyakuran. Namun, ada beberapa masyarakat yang mempercayai kegiatan ruwatan ini karena berpengaruh pada keselamatan keluarganya. “Walaupun banyak pro dan kontranya, kegiatan ini semestinya tetap dilakukan untuk melestarikan budaya-budaya Jawa yang kini mulai tergeserkan oleh budaya barat,” Tutur pria usia 63 tahun.
0 Comments:
Posting Komentar